Suatu ketika Plato terlibat dalam perbincangan dengan gurunya…
Plato bertanya makna cinta dan gurunya pun menjawab:
“Masuklah ke dalam hutan, pilih dan ambillah satu ranting yang menurutmu paling baik, tetapi engkau haruslah berjalan ke depan dan jangan kembali ke belakang. Pada saat kau sudah memutuskan pilihanmu, keluarlah dari hutan dengan ranting tersebut”.
Maka masuklah Plato ke dalam hutan dan keluarlah Plato tanpa membawa sebatang ranting pun.
Gurunya pun bertanya, maka jawab Plato:
“Saya sebenarnya sudah menemui ranting yang bagus, tetapi saya berfikir barangkali di depan saya ada ranting yang lebih baik. Tetapi setelah saya berjalan ke depan ternyata ranting yang sudah saya tinggalkan tadilah yang terbaik. Maka saya keluar dari hutan tanpa membawa apa-apa.”
Guru itupun berkata: “Itulah cinta”
Lalu Plato pun bertanya apakah makna perkawinan
Guru pun menjawab:
”Sama seperti ranting tadi, namun kali ini engkau haruslah membawa satu pohon yang kau fikir paling baik dan bawalah keluar dari hutan.”
Maka masuklah Plato ke dalam hutan dan keluarlah Plato dengan membawa pohon yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu indah.
Gurunya pun bertanya, maka jawab Plato:
“Saya bertemu pohon yang indah daunnya, besar batangnya…tetapi saya tak dapat memotongnya dan pastilah saya tak mampu membawanya keluar dari dalam hutan…akhirnya saya tinggalkan. Kemudian saya menemui pohon yang tidak terlalu buruk, tidak terlalu tinggi dan saya pikir mampu membawanya kerana mungkin saya tidak akan menemui pohon seperti ini didepan sana. Akhirnya saya pilih pohon ini kerana saya yakin mampu merawatnya dan menjadikannya indah.”
Lalu sang guru berkata: “Itulah makna perkahwinan.”
Begitu banyak pilihan di depan kita seperti pohon-pohon beserta rantingnya di dalam hutan, tapi kita mesti menentukan satu pilihan dan bila terlalu memilih…tidak satupun akan kita dapati, kerana kesempatan itu hanya sekali dan kita harus terus maju seperti waktu yang beredar ke depan yang tidak pernah tersimpan pada hari semalam, kemarin atau bersemayam pada masa lalu kita.
----------------------------------------------------
Walaupun belum bertemu cinta, percayalah, bila kita berubah menjadi diri kita yang terbaik, Tuhan akan buka rute untuk hadirnya cinta yang terbaik.
Pernikahan bukanlah semata-mata untuk menghalalkan apa yang tidak dihalalkan sebelumnya.
Pernikahan adalah kombinasi cinta, perasaan, keinginan dan tanggung jawab.
Pernikahan harus dibangun dalam kondisi yang rasional, bersulamkan emosi pengikat diri. Bekal utama hidup berumah tangga adalah kekuatan mengontrol diri.
Langit tidak selalu cerah ...
Ada hari, rumah tangga berlayar dalam perahu cinta.
Ada harinya pula, rumah tangga bertahan dengan rasa tanggungjawab dan amanah di sisi yang Esa.
Cinta itu naluri, namun kedewasaan mengendalikan cinta, itulah jati diri.
Jangan tergesa-gesa, jangan bertangguh-tangguh.
~Diatas Sajadah Cinta~
Kamis, 03 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar